Jumat, 11 April 2008

Dewan Perwakilan dipilih oleh Rakyat


Banyak anggota DPR (dan juga DPRD) kita yang ‘lucu-lucu’ dan ‘norak’. Bisa jadi karena mereka mantan pengangguran, atau dulu tidak pernah punya pekerjaan tetap, tidak memiliki keterampilan, tapi jadi aktivis parpol, jadinya ya begitu. “Jadi anggota DPR sudah menjadi mata pencaharian, ” demikian Syafii Ma’arif pernah berkata.

Jika di Amerika dan banyak negara Eropa orang harus kaya dulu, dan cerdas, baru jadi anggota parlemen, maka di Indonesia, jadi anggota parlemen dulu baru jadi kaya. Sudah bukan rahasia umum, sebelum jadi anggota DPR (atau DPRD), jangankan mobil, rumah pun masih kontrak, tetapi setelah jadi “anggota dewan yang terhormat”, mereka bisa ke mana-mana bersama keluarga dengan mobil (dinas) dan juga membangun rumah sendiri (pakai uang anggaran yang dikorup). Selain anggota DPR (dan DPRD), yang tidak kalah konyol adalah para pejabat tinggi negara lainnya.

Ada kakek-kakek yang tidak mau pensiun dari jabatannya di satu lembaga hukum tertinggi di negeri ini (sebab itu disebut sebagai …. Agung), dan dia memperpanjang masa jabatannya sendiri.

imageAda anggota penyelenggara pemilu yang sudah masuk penjara tapi bisa kembali lagi ke institusinya. Ada menteri yang pekerjaannya sangat buruk sehingga menghilangkan ratusan nyawa rakyat ini tapi masih saja menjabat (di Jepang menteri yang seperti ini sudah mundur atau bahkan melakukan Harakiri).

Dan yang lucu (dan menyebalkan) lagi adalah dua penguasa tertinggi kita. Yang satu, walau berbadan besar, jenderal pula, tapi nyalinya sangat kecil sehingga harus sangat amat repot mengerahkan seluruh kekuatan militer dan polisi demi menjaga keamanan Kaisar Bush di Bogor beberapa waktu lalu.

Yang di sampingnya, seorang pengusaha berkumis tipis yang suka ngomong seenak perutnya. Yang terbaru, pimpinan sebuah partai Orde Baru yang harusnya sudah menjadi partai terlarang dan dibubarkan ini karena telah menjerumuskan bangsa dan negara ini ke dalam jurang kebinasaan selama 32 tahun (ingat nasib Partai NAZI, Partai Fasis Itali, atau pun PKI?), berkomentar soal sulitnya warga membeli gas karena tidak punya uang (kalau minah atau minyak tanah kan bisa diketeng, seliter atau dua liter saja, sedangkan gas tidak).

Tidak ada komentar: